ANA
menengok ke arah langit dari balik jendela kamarnya, langit mendung dan gelap,
rintik gerimis nampak berjatuhan meski tak menimbulkan suara, ia mencoba
meninggalkan kenyamanan di ruangan hangat itu, beranjak ke luar kamar, Ia ingin
mempersiapkan pesta perpisahan di sekolahnya malam ini, sebelum Ia menjatuhkan
kakinya ke anak tangga yang pertama, di ruangan lain Mr. Jovan dan Mrs. Lenita
–kedua orang tua Anna- sedang berbincang mengenai Universitas yang akan Anna
ambil. Anna sedikit mencuri obrolan kedua orang tuanya, Ia menggelengkan
kepala, lalu melangkahkan kaki meniti anak tangga yang tersisa untuk menemui
Daniel, adiknya.
“Bagaimana
menurutmu kostum yang harus kaka gunakan malam ini?”, Tanya Anna pada adiknya,
Anna tidak terbiasa memperhatikan penampilannya dan akhirnya memutuskan untuk
mencari pendapat kepada adiknya yang satu tahun lebih muda darinya.
“Emm,
mungkin dress akan lebih cocok, asal jangan terlalu sensual, rapi dan menarik
saja cukup” ujar Daniel sambil menghabiskan setoples camilan dengan mata yang
tertuju pada televisi.
“Anna,
coba dress ini, pasti cukup dan cantik jika kamu memakainya”, tiba-tiba dari
arah lain Ibunya berjalan kearahnya, seolah mengetahui perbincangan Kakak dan
Adik tersebut, Dress hitam selutut dengan tempelan batu warna warni serupa
permata di bagian leher tanpa kerah dengan pita yang melilit di bagian pinggang
menyerupai belt, sederhana namun tidak menutupi aksen glamournya.
Anna
mengerenyitkan keningnya, ada sedikit keraguan untuk mengenakanya.
“Apa
tidak terlalu seksi, Mam?”, Anna memperhatikan setiap detail baju yang
ditunjukan kepadanya, Ibunya mencoba menserasikan baju yang di pegangnya dengan
bentuk tubuh Anna yang ramping.
“Dulu
Mamamu cantik mnggunakan dress itu, Anna. Tidak salahnya kamu mencobanya dulu”.
Ayah Anna membenarkan pendapat Ibunya, kali ini lagi-lagi Anna tidak bisa
menolak permintaan Ayahnya, Anna berfikir sedikit berhemat jauh lebih baik
daripada harus mengeluarkan uang lagi untuk membeli dress baru.
Anna
meninggalkan ruang keluarga untuk mencoba dress tersebut, Danil hanya berdelik
ke arahnya, tidak yakin kakaknya akan mengenakan dress itu.
Di
kamarnya, Anna berulang kali memperhatikan penampilannya di depan cermin.
“Cukup
cantik”, gumamnya menyemangati diri sendiri kemudian keluar dari kamarnya untuk
memperlihatkan tampilan barunya dengan dress yang dikenakannya pada
keluarganya.
“Tadaaaa”,
Anna menggerakan satu kakinya kebelakang, mencontohkan seorang princess yang
sedang menunjukan kesantunannya, mereka terkesima.
“Sempurna”,
puji Ayahnya. ***
“BAGAIMANA menurutmu Hans?” Anna menunjukan
penampilannya malam itu pada Hans, pacarnya, saat Hans menjemputnya untuk
datang ke pesta perpisahan malam itu, cahaya bulan memantulkan sinarnya ke arah
Anna, membuat batu-batu warna warni di bajunya berkilauan. Anna Nampak merona
dan memesonakan Hans saat itu, namun bukanlah watak seorang Hans yang berani
untuk memuji Anna, mengucapkan kalimat-kalimat romantispun ia tak pernah, Hans
hanya bisa memendam keterpesonaannya di hati, keinginan untuk mengucapkan itu
timbul tenggelam di benaknya sehingga tak sepatah ketapun bisa ia ucapkan,
matanya hanya mengerejap sebentar lebih seperti kedutan, tak menampakan
ketertarikan sama sekali.Hans tidak seperti pria lain yang sempat ada di
kehidupan Anna, ia berbeda, dan Anna selalu menyembunyikan ketidaknyamanan yang
samar, seolah hubungan yang mereka jalani hanyalan sebuah sandiwara, tidak
realistis, Anna selalu mencoba untuk tetap baik dan mencintai Hans sesuai
perasaannya.
“Bajumu
terlalu ketat, terlalu sensual, terlalu terbuka”, Hans kemudian membuka suara
saat pesta perpisahan itu berlangsung, meski Hans tak bisa memungkiri bahwa ia
menyukai penampilan Anna malam itu.
“Oya,
ini milik Ibuku, Hans. Aku tak membelinya”, Anna mencoba membela diri.
“Jadi,
kemana kamu melanjutkan kuliahmu?”, Hans mengalihkan pembicaraannya, mengetahui
bahwa Anna sudah tidak tertarik membicarakan soal pakaian yang dikenakannya.
“Ntahlah,
yang pasti bukan ke luar Negeri seperti rencana Ayahku yang sebelumnya akan
menguliahkanku di Adelaide”
“Baguslah,
kita bisa sama-sama tetap disini meski tidak satu Universitas, lebih baik
begitu daripada berjauhan, kecuali kamu memang bisa menjalankan hubungan ini
secara long distance”, ada getaran gugup di suara Hans, seolah kata-kata itu
mengalir begitu saja, dan itu disadari oleh Anna, Anna tau Hans sebelumnya
tidak pernah menunjukan bahwa ia takut kehilangannya.
Anna
mengelengkan kepalanya, ia tertegun dengan kata-kata Hans yang baru saja dia
dengar, kata-kata itu seolah kabur dari pendengarannya setelah ia sadar suara
bising dan musik lebih mendominasi di tempat itu.
“Tidak
Hans, aku masih berharap bisa dekat denganmu, mungkin Universitas yang berbeda,
namun aku harap kamu masih bisa menemuiku”.
Hans
tidak merespon apa-apa, ia hanya berdehem pelan, Hans tau Anna memang selalu
tulus kepadanya, walaupun sikapnya yang dingin terhadap Anna, Hans sebenarnya
ingin seperti pria lain yang sering di singgung-singgung oleh Anna, sedikit
bersahabat, namun kata-kata itu seolah tertahan di tenggorokannya, dua tahun Hans
mencintai Anna dengan caranya sendiri.
Anna
tersenyum getir, kemudian mencium pipi Hans lembut. ***
PAGI itu
Anna terbangun, beberapa kali dikagetkan oleh bising suara kendaraan, suara
klakson yang melengking kemudian melebur ke bunyi-bunyi selanjutnya, membuat
Anna beberapa kali terperanjat sesekali menutup telinganya dengan bantal,
cahaya matahari memantul dari arah jendela seolah memaksa masuk untuk bersarang
di kamar Anna yang lembab namun tertahan oleh gorden yang belum sempat Anna
buka
Akhirnya
Anna menyerah, lagipula hari ini pertama ia masuk ke kampus barunya, ia memilih
masuk ke Fakultas sastra yang sebelumnya ia debatkan dengan Ayahnya yang lebih
menyukai Anna mengambil jurusan Hukum, berharap Anna mengikuti jejak Ayahnya
menjadi seorang Lawyer, yang sibuk membantu penggugat maupun tergugat
yang diangkat oleh Pengadilan Tinggi tertentu, namun Anna tidak menyukai
pekerjaan Ayahnya yang sangat memiliki waktu sedikit untuk tidur.
“Semoga
hari pertama masuk kuliah ini menyenangkan, Anna. Katakan pada Ayah jika kamu
berubah fikiran untuk merubah keputusanmu mengambil jurusan hukum”, Mr. Jovan
mengulang pembicaraan itu pada Anna yang sempat ia utarakan saat sarapan pagi
tadi, kali ini Mr. jovan mengantar Anna ke kampus yang kebetulan searah dengan kantornya.
“Ini
pilihanku, Ayah. Aku menyukai sastra, ini duniaku, dan aku harap Ayah bisa
menghargai keputusanku kali ini”
Mr.
jovan tersenyum lebar, mengacak-acak rambut Anna dengan sebelah tangannya, dan
tangan lainnya fokus menyetir, Anna hanya mendenguskan udara dari hidungnya,
sedikit berat, bukan kerena ia berat mengambil keputusan, namun berat karena
kali ini ia tidak bisa memenuhi keinginan Ayahnya, Mr. jovan pun sadar, anaknya
sudah menjadi Anna yang beranjak dewasa, bukan Anna kecil lagi.
“Baiklah
Ayah, terimakasih sudah mengantarku ke kampus hari ini, semoga pekerjaan Ayah
menyenangkan hari ini”, Anna mencium tangan Ayahnya beranjak keluar dari mobil
lalu menutup pintunya, ada seulas senyum ketika Anna melambaikan tangannya dari
luar kemudian berlalu.
Sebentar
lagi jam kuliah pertama dimulai, Anna mempercepat langkah kakinya, berharap
dosen pertama yang ditemuinya tek seburuk guru matematikanya dulu, ia malas
dengan hukuman yang akan diterimanya.
“Baik,
selamat menjelang siang, perkenalkan saya Billy, asisten dosen wali kalian,
kebetulan hari ini Mr. David tidak bisa masuk. Sebelum kita memulai mata kuliah
pertama kita, ada baiknya kalian memperkenalkan diri masing-masing”
Kelaspun
dimulai, Billy, ia dipilih menjadi salah satu asisten dosen termuda karena
prestasinya di Universitas tersebut.
“Maaf,
saya terlambat”
Anna
mencoba mengikuti kelasnya yang baru saja dimulai, Billy menoleh kearahnya,
tersenyum simpul, mempersilakan Anna bergabung pada mata kuliahnya.
“Kita
baru saja akan saling memperkenalkan diri, namun karena ada teman kita yang
terlambat, maka izinkan dia terlebih dahulu memperkenalkan diri, silakan”
Anna
terkejut, ‘tenang Anna, ini hanya permulaan’, gumamnya menenangkan diri
sendiri.
“Oke,
nama saya Anna Belinda”
“Bukankah
itu mudah Anna? kau tak perlu setegang itu, memperkenalkan diri hanyalah
sesuatu yang biasa, bahkan anak SD pun mampu melakukannya, terimakasih Anna,
silakan duduk”
Detak
jantung Anna melompat mendengar perkataan Billy, ia berharap puluhan pasang
telinga itu menjadi tuli, juga mata-mata mereka menjadi buta saat melihat ke
arah wajah Anna yang memerah menahan malu bercampur kesal. Sepanjang pelajaran
tak ada sedikitpun materi yang bisa ia serap, ia ingin mengisi paru-parunya
dengan udara yang lebih segar dibanding berada diruangan itu.
‘Hari
pertama yang menyebalkan, Mr. Billy, kesiangan, dipermalukan, apa lagi?!’
gerutunya, Anna melangkahkan kaki ke arah taman di samping kelasnya setelah
pelajaran usai, mencoba mencari oksigen positif dibawah pohon yang rindang,
setelah ia rasa nyaman dengan tempat duduknya, ia teringat pada Hans, sudah
hamper tiga hari ia tidak bertemu dengannya. Anna menekan tombol handphonnya
untuk menelepon Hans, beberapa hari terakhir ia hanya bisa mengabari lewat sms
dan itu cukup membuatnya merasa lebih baik.
“Halo
Hans, kau dengar?”, suara di seberang teleponnya terdengar hening sejenak.
“Ya
Anna, ada apa?”, Hans terdengar sangat dingin dan cuek, dan Anna sudah bisa
menebak mimik muka Hans saat itu.
“Eh,
Hans…sudah tiga hari kita tidak bertemu, apa kau tidak merindukanku? Bagaimana
kuliahmu? Kamu sudah punya teman baru?”
“Tidak,
aku tidak merindukanmu”, terdengar suara tawa kecil Hans ditelepon Anna, Anna
hanya membalasnya dengan tawa yang sedikit garing.
“Oya
Anna, apa lusa kau tak ada jadwal kuliah?”
“Eh?
Maksudnya Hans? Kau mau menemuiku?”, jawab Anna riang.
“Jika
ada jadwal kuliah, sebaiknya jangan, awalnya aku ingin mengajakmu ke Singapura,
ada acara prospek jurusan disana, ah ntahlah, mungkin hanya formalitas
dosen-dosen yang ingin mengadakan tour wisata”, Anna tersenyum mendengan ajakan
Hans, ia sungguh menyukai kejutan itu, Hans memang selelu begitu, tiba-tiba
menyenangkan, tiba-tiba mengejutkan, walaupun itu jarang sekali Hans lakukan.
“Aku
akan ikut Hans, baiklah aku akan menunggu kabarmu selanjutnya”, setelah
perbincangan ringan, Anna menutup teleponnya.
“Ehmm,
kau sibuk Anna?”.
Anna
mencari asal suara yang baru saja menyapanya, ia terkejut, Anna mengenali orang
itu. ***
“MR. BILLY? sudah lama disana?”, Anna
terperanjat, ia fikir mengapa Mr. bily tiba-tiba ada disana, setelah kejadian
tadi apakah Mr. billy akan memngeroyok hari-hari Anna dengan
peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan, Anna mendengus kesal.
“Iya,
menurutmu?, Billy menghampirinya, duduk dibagian bangku yang kosong disebelahnya
sambil meneguk sekaleng soft drink.
“Oh,
ada apa Mr. Billy? Apa aku melakukan kesalahan?”, Tanya Anna tanpa menolehnya.
“Anna
Belinda”, Billy menekankan ejaan nama Anna, meneguk sekali lagi soft drink
nya.
“Sepertinya
kau sangat tidak menyukaiku, begini Anna, jika kamu tidak menyukaiku, bagaimana
bisa kau menyukai pelajaranku?”, Billy menoleh ke arah Anna yang masih tidak
ingin menatapnya.
“Eh
Anna, begini saja, anggap aku bukan dosenmu, anggap aja aku temanmu, kamu
mungkin tidak menyukaiku, tapi aku harap kamu menyukai pelajaranku, bagaimana,
kau menerima pertemananku?”, Billy mengulurkan tangan ke arahnya, berharap Anna
membalas jabatannya itu.
“Baiklah”,
Anna akhirnya menerima kesepakatan Billy, walaupun ia tidak yakin dengan cara
itu ia bisa menyukai pelajarann Billy.
Billy
tersenyum kearahnya, menanyakan seputar kegiatan Anna, hobby dan
bagaimana bisa Anna mengambil jurusan sastra, Anna pun sedikit lebih baik
menerimanya, ternyata Billy tidak seburuk yang Anna kira, ia begitu responsive,
apalagi cara bicara Billy yang menyenangkan membuat ia tak bergeming menatap
setiap gerakan kalimat-kalimat yang meluncur dari bibirnya, sesekali Anna
tersenyum tipis, sejauh ini Billy menyenangkan.
“Jadi,
tadi kamu sama sekali tidak mengikuti pelajaranku dengan baik?, Tanya Billy
setelah Anna mengakui bahwa ia sangat sebal dengannya dikelas tadi.
“Iya,
bagaimana bisa aku fokus sementara kau sudah seperti monster yang menyeramkan
pentas dihadapanku”, jawab Anna seraya tertawa kecil.
“Ayolah
Anna, aku bukan monster”, Billy menimpali dengan tawanya juga.
“Jadi,
apa aku harus meminta kau untuk mengulang pelajaran tadi?, Anna bertanya
sedikit serius.
“Tentu
saja, besok malam aku akan menjadwalkannya, ini serius Anna, jangan berfikir
aku mengajakmu kencan”, Billy menjawab sekenanya.
“Besok
malam? Dimana?”
“Tentu
saja di tempat yang cukup terang, bagaimana bisa kau mencatat seluruh materiku
jika kita berada di tempat yang remang”
“Haha..kau
benar, jadi dimana? Ini bukan kencan kan”,Anna mendelik nakal.
“Cafe
Coffee, bagaimana? Bukan, Anna Belinda, aku akan menjemputmu jam 7 malam”
“Baik
Mr. Billy, aku harus masuk kelas, sebentar lagi ada mata kuliah selajutnya, Bye”
Anna meninggalkan tempat itu sambil melambaikan tangannya, membiarkn Billy
tersenyum sendiri. ***
ANNA
terlihat sibuk malam itu, jam hamper menunjukan jam 7 malam, angin malampun
cukup hangat, ia merasa beruntung malam ini cuaca bersahabat dengannya, kali
ini Anna menggunakan kaus polos putih, diserasikan dengan jeans dan sepatu
sketnya, ia pun mengikat rambut panjangnya, memastikan tak ada sehelaipun yang
lolos dari ikatan.
Tiba-tiba nada sms pada ponselnya
bordering, Anna segera membuka pesan itu, berharap Biily sudah menunggunya di
depan rumahnya.
To :
Anna
From : Hans
Sibuk malam ini?
Anna
sedikit terkejut menerima pesan itu, ia pun mengintip ke arah luar dari jendela
kamarnya, memastikan Hans tidak ada berada di luar sana.
To :
Hans
From :
Anna
Eh? Tidak, aku sedang mengerjakan
tugas kuliahku, kamu sendiri? Bagaimana kuliahmu?
To :
Anna
From :
Hans
Oh ya, selamat mengerjakan
tugasmu, aku hanya ingin mengabari rencana ke Singapura besok , persiapkan
diri, jaga kesehatanmu.
Anna
menggelengkan kepalanya, ia tidak terlalu suka jika pertanyaan di pesannya
tidak semua Hans jawab, dan itu sudah menjadi kebiasaan Hans.
To :
Hans
From :
Anna
Baik Hans, kamu juga ya, I Miss
u.
Anna
mengklik tombol send sementara ia segera turun untuk menunggu Billy
menjemputnya, hatinya masih gelisah membaca pesan dari Hans, ia sedikit
membohongi Hans.
To :
Anna
From :
Mr. Billy
Aku sudah berada di komplek
rumahmu, bisa kau keluar agar aku tidak harus menebak-nebak rumah orang lain?
‘Ah, Billy’. Anna bergumam, ternyata
Hans tidak menjawab pesan terakhirnya, Anna segera keluar setelah meminta izin
kepada orang tuanya untuk belajar bersama teman-temannya.
“Hai
Anna, lama menunggu?”, Billy berhenti di depannya, Anna pun mencondongkan
kepalanya ke arah kaca mobil yang Billy turunkan.
“Eh,Mr. Billy, baru saja”
Ia membuka pintu mobil dan
mendaratkan pantat nya di jok mobil sedan silver milik Billy.
Sepanjang perjalanan Anna lebih
banyak diam, mengotak atik ponselnya, menjawab pertanyaan-pertanyaan Billy
seperlunya, Anna memang begitu sentimentil, mudah berubah-ubah perasaan
hatinya.
To :
Anna
From : Hans
Miss u too
Anna tersenyum
membaca pesan Hans, resahnya melebur seketika.
ANNA
memesan secangkir Cappuccino Late sedangkan Billy tetap pada Coffee
Expresso nya yang biasa ia pesan.
“Baik Anna, kita mulai materinya,
seharusnya kamu membayar lebih untuk ini”, Billy mencoba menggoda Anna dengan
candaannya.
“Really? Kalo gitu, lebih
baik aku tidak ikut pelajaran tambahan ini”, Anna mendengus namun tidak tampak
kesal.
“Aku bercanda, Anna, baiklah apa
yang kau ketahui tentang ilmu sastra? Baik, ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari
tentang sastra dengan berbagai permasalahannya. Di dalamnya tercakup teori
sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, dimana ketiga hal tersebut saling
berkaitan”.
Anna mencatat setiap pelajaran yang
dikemukakan oleh Billy, kali ini ia tidak mau tertinggal materi di perkuliahan
pertamanya, namun tiba-tiba saja kepala Anna terasa sakit, ia mencoba
menstabilkan pandangannya, tulisan yang ia catat terasa kabur, seketika ia
menopang kepalanya dengan satu tangan, melepaskan bolpoin yang sedang ia gunakan
untuk menulis.
“Anna, kau baik-baik saja?”, Billy
mencoba menngintip dibalik jemari Anna yang menutupi sebagian wajahnya yang
tertunduk.
“Aku baik, hanya sedikit pusing”,
Anna merasa matanya sangat panas, kepalanya seolah berputar, dan tiba-tiba saja
darah segar keluar dari hidungnya, menetes pada buku catatannya.
Billy terkesiap melihat keadaan
Anna, Anna menutup hidungnya menatap Billy sayu, kemudian semuanya menjadi
gelap. ***
BILLY
masih berada di ruang perawatan Anna di sebuah Rumah Sakit, saat itu waktu
sudah menunjukan pukul enam pagi, Mr. Jovan, Mrs. Lenita dan Daniel mereka juga
berada di ruang rawat, mereka tidur di sofa, sedangkan Billy tertidur di kursi
di samping tempat tidur Anna.
“Apa yang terjadi pada kakakku?.
Suara Daniel membangunkan Billy yang mencoba mengumpulkan nyawanya, ia merasa
baru saja terbangun dari mimpi buruknya.
“Apa?”, Billy mengerenyit,
mengerjap-ngerjapkan matanya yang beru saja terbuka.
“Dokter bilang ada kelainan anatomis
pada otak kakakmu, Daniel, jangan salahkan Mr. Billy, kita beruntung Mr. Billy
segera melarikan kakak mu ke Rumah Sakit”, Mr. jovan menengahi.
Daniel kembali pada sofa nya sembari
menghembuskan nafas berat, Billy hanya bisa menatap Anna, sesekali mengelus
rambut Anna, berharap Anna bisa cepat terbangun dari tidur panjangnya.
Anna mengalami koma.
“Anna memang sering mengalami
pendarahan pada hidungnya, dia juga sering pingsan”, Mrs. Lenita menambahkan,
menenangkan hati Billy agar sedikit lebih baik, tidak terlalu menyalahkan
dirinya.
“Sudah lama?”, Tanya Billy.
“Iya, sudah sangat lama, kami sering
mendapat kabar dari sekolahnya terkadang pingsan atau mimisan, dan kami kira
ini hanya karena Anna kelelahan atau terlalu lama berada di bawah terik
matahari”.
Billy tertegun, Ia mengusap
wajahnya, seolah memendam perasaan bersalah teramat sangat. ***
SUDAH
empat hari Anna di rawat, masih belum ada perubahan yang berarti, ia masih
koma, dua hari kebelakang Anna sempat bisa menggerakan jarinya, namun
pergerakan itu hanya beberapa saat saja, ia sangat merasa bertanggung jawab
atas kejadian ini karena terakhir kali Anna dilarikan ke Rumah Sakit saat
bersamanya.
Hari itu rabu pagi, Billy selalu
menyempatkan diri untuk menemani Anna di Rumah Sakit, bergantian dengan
orangtua Anna untuk menjaganya, sesekali Billy melirik ke arah telepon genggam
milik Anna, ada beberapa pesan yang belum sempat Anna buka, ia meraih telepon
tersebut, dan tiba-tiba saja ponsel itu berdering, ia memperhatikan layar di
ponsel itu
Calling…..
Hans
Beberapa
kali ia tidak mengangkat telepon itu, namun setelah lima kali berdering,
akhirnya Billy menyerah untuk mendaratkan ibu jarinya ke tombol telepon warna
hijau.
“Anna,
kamu dimana!!? Kenapa lama sekali mengangkat teleponnya?!! Aku dari tadi
mencari-carimu!” Hans berteriak dari seberang telepon, ada perasaan kesal yang
baru saja ia lepaskan, seperti gelembung air yang sulit ia pecahkan, namun
akhirnya pecah dengan sekali tangkap.
“Mengapa kau mencari Anna?”
“Siapa ini?”, Hans mencoba mencari
tau siapa yang mengangkat telepon Anna, “Apa yang kau lakukan pada Anna? Dimana
Anna? Jangan macam-macam!”, Hans menjawab dengan nada mengancam.
“Apa mau kamu, Hans, Anna bersamaku,
ia terbaring di Rumah Sakit, sudah empat hari Anna koma, kemana saja kau selama
ini? Sampai baru menanyakan Anna sekarang, hah?!”, Billy menimpali, jantungnya
seolah memukul-mukul tulang rusuknya, begitu marah sehingga wajah Billy memerah
menahan marah, dan menelannya bulat-bulat sehingga tennggorokannya terasa
berat.
“Kau jangan bergurau!! Anna ada
bersamaku tiga hari kebelakang, ia mengikuti tour ku ke Singapura, hanya
baru hari ini saja aku kehilangannya,
cepat katakan pada Anna kita akan segera kembali ke Tanah Air!”
“Haha..lucu kau Hans, jika tidak
percaya datanglah kemari”, Billy menutup teleponnya.
“Brengsek!! Mana mungkin Anna
tiba-tiba berada di Rumah Sakit!!”, Hans sibuk mengumpat dan tidak mempercayai
apa yang baru saja ia dengar, “Siapa laki-laki tadi? Ah, sial, aku tak bisa
mengenalinya”, ia pun berlari mengejar teman-temannya yang sudah berkumpul di Changi
International Airport, sebentar lagi pesawat akan landing.
BILLY
membuka pesan di ponsel Anna, ada beberapa pesan yang Hans tinggalkan di
ponselnya.
To :
Anna
From :
Hans
Kamu sudah siap Anna? Aku akan
segera menjemputmu sekarang.
Billy membuka detail pesan tersebut
Sender :
Hans
Received
06:23:05am
14.02.2010
To :
Anna
From :
Hans
Malam ini kamu tampak cantik
Anna, selamat tidur, jangan tertawa :* :D
Sender :
Hans
Received
11:15:27pm
15.02.2010
To :
Anna
From :
Hans
Kamu dimana? Kita akan segera ke
Airport Anna, pesawat akan segera landing!
Sender :
Hans
Rceived
10:37:10am
16.02.2010
Billy
tertegun membaca pesan tersebut, suasana saat itu terasa sunyi total, bahkan
Billy merasa dirinya berada dalam sebuah ruangan hampa udara, begitu pengap,
dingin dan lembab, ia hanya bisa mendengar jantungnya sendiri yang begitu
kencang berdetak.
Anna terperanjat.
Detak jantung Anna bergerak cepat di
monitor.
“Anna!!!”, Billy menghidupkan alarm
yang menyambung pada ruang kontroller perawat.
Seketika Dokter dan perawat
berhamburan ke arahnya.
Billy
melangkah ke luar ruangan, terduduk lesu di bangku-bangku koridor Rumah Sakit
“Orangtua Anna! Ya, aku harus menelepon mereka!”, Billy segera menekan tombol
telepon, menelepon keluarga Anna. ***
HANS berlari-lari
menyusuri koridor Rumah Sakit, kakinya terasa berdenyut-denyut, hamper mati
rasa, ia berdiri diantara bangku-bangku yang berjejer di koridor, menjatuhkan
tas nya, mematung melihat Billy terduduk di kursi paling ujung dekat dengan
ruangan Anna dirawat.
“Billy!! Kau-“ Hans mengucapkan nama
itu dengan berat sebelum akhirnya setengah berlari menghampiri Billy yang
menengok ke arah suara Hans, tangan Hans refleks meluncur ke arah kerah baju
Billy, memaksanya untuk bangun dari tempat duduknya, Billy terperanjat
mengangkat kedua tangannya.
“Apa yang kau lakukan disini!! Apa
yang kau lakukan pada Anna!!?”, suara Hans keluar dengan parau.
“lepaskan tanganmu Hans!!”, jawab
Billy menahan marah, Hans melepaskan cengkraman tangannya, mendorong dada Billy
ketempat duduknya semula.
“Haha..”,
Billy tertawa geram, “Kita bertemu lagi Hans!”, senyum sinis tersungging di
bibir Billy.
“Apa yang terjadi pada Anna? Katakan
padaku, Bajingan!”
“Kemana kau selama ini?”, Tanya
Billy.
“Apa urusanmu? Jawab pertanyaanku!”
“Hans, ingat tiga tahun yang lalu?
Kau sendiri bukan yang membuat peraturan, saat perlombaan puisi yang diadakan
di kampusku, kau bukan yang mengajakku bertaruh untuk mendapatkan Anna, dan
sayangnya aku kalah, kau lebih intens bertemu dengan Anna di sekolah,
kau menang, tapi apa pedulimu pada Anna? Itu hanya sebuah pertaruhan, bukan?
Kau tak pernah benar-benar mencintainya, lalu apa pedulimu pada Anna? Ia akan
segera kudapatkan, Hans”
“Brengsek!! Apa yang kau
ketahui tentang aku dan Anna?! Jika aku tidak mencintainya, mana mungkin aku
bertahan hingga dua tahun dengannya”.
“Hahaha..katakan itu hanya alasanmu
membela diri, kau hanya mengasihaninya, bukan?”, Billy berkata dengan suara
tertahan, membuat Hans terkesiap mendengarnya.
Ia sadar, Anna hanyalah seseorang
yang ia menangkan dari pertaruhannya dengan Billy tiga tahun yang lalu, tapi
itu dulu, dan selama dua tahun berlalu, Hans merasa Anna tulus mencintainya
meskipun Hans masih harus belajar peduli pada Anna, kebersamaannya dengan Anna
membuat Hans tidak bisa melepaskan Anna begitu saja, dan semua ini serasa
menjadi boomerang untuk dirinya
“Aku sedang tidak ingin berdebat
denganmu, Billy. Katakana padaku, apa yang terjadi pada Anna?”
“Ada kelainan anatomis pada otak
Anna, lucu sekali, kau pacarnyapun tidak mengetahui keadaanya”
Hans
menggeram, jemarinya mengepal menahan marah, berharap Billy adalah seonggok
patung yang bisa ia hancurkan berkeping-keping, “Anna ada bersamaku beberapa
hari kebelakang, ia ikut tour di kampusku, ini sulit dipercaya, jika kau tak
percaya, aku punya buktinya!”, Hans merogoh tasnya, membawa sebuah foto
digital, membuka folder foto-fotonya kemudian memperlihatkannya pada Billy.
“I..ini tidak mungkin”, Billy
terbata, kaget melihat beberapa foto Hans bersama Anna, Anna tersenyum manis
meski terlihat sedikit pucat pasi di foto itu, “Bagaimana ini bisa terjadi,
Hans?”
“Ntahlah”, Hans menjawab datar.
Ruangan
itu tiba-tiba terasa teramat dingin, suhu udara berubah menjadi nol derajat
celcius, membuat bulu kuduk mereka merinding, hati mereka masing-masing
menafsirkan apa yang sebenarnya terjadi, mereka terdiam, Hans merasa lututnya
sangat lemas, ia berfikir jika Anna minggu ini berada di Rumah Sakit, maka
siapa yang berada dengannya, ia merasa sangat sehat : begitu nyata, bahwa
wanita yang bersamanya di Singapura itu Anna.
“Mr.
Billy, ah..Kak Hans, kemana saja?”, tiba-tiba Daniel menghampiri mereka berdua,
“Kak Anna keadaannya sudah stabil”.
Billy dan
Hans beranjak dari tempatnya duduk, mereka menghampiri ruangan Anna, Hans
memeluk Anna yang masih berbaring, merasa semua kekuatannya kembali pulih,
merasakan detak jantung Anna, mencium kening Anna yang belum bisa bergerak.
“Anna bangun, aku Hans, kau bisa
merasakanku, bukan? Anna, aku mohon maafkan aku”.
Billy sendiri hanya bisa mematung di
dekat pintu menyaksikan kejadian itu, ia tersenyum getir, ia sadar Hans sudah
tidak main-main lagi.
“Hans…”, Anna membuka mulutnya,
mengucapkan nama Hans dengan sangat pelan, hampir tidak terdengar, jari-jarinya
bergerak.
“Anna..Anna.., kau bangun?!”
Anna
tersenyum tipis, Billy pun meninggalkan ruangan itu, ia bahagia melihat Anna
terbangun dari tidur panjangnya. ***
Singapura,
February 14th , 2010.
03:30pm
Aku
berada di Patung Merlion bersama Anna, pertama kalinya aku merasa takut
kehilangan Anna.
05:45pm
Kami
menikmati sore di Gardens By The Way, Anna terlihat begitu pendiam, sangat
hangat, dan sangat cantik.
09.45pm
Di
Orchard road, aku membelikannya sekuntum mawar putih hadiah Valentine, lucu.
Singapura,
February 15th , 2010
02:56pm
Jalan-jalan
di Sentosa Island, lagi-lagi Anna sangat cantik, ia begitu manja, ya, Anna
selalu seperti itu.
08:00pm
Dinner
with Anna, dia menggunakan dress putih, sama cantiknya ketika malam pesta
perpisahan di SMA, kedua kalinya aku benar-benar mengaguminya.
11:59pm
Baru saja
aku jujur padanya bahwa dia cantik, hahaha semoga dia tidak kaget.
ANNA,
aku menyesal selama ini menyia-nyiakanmu, memperlakukanmu bukan seperti
pasanganku sendiri, aku mencintaimu Anna meski aku tidak pernah menunjukannya,
Sebuah
puisi karya Chairil Anwar
untukmu, Anna Belinda:
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
HANS menutup buku catatannya, menyelipkan foto-foto Anna
bersamanya ketika di Singapura, kemudian memberikannya pada Anna sebagai kado
Valentine, juga mawar putih yang sengaja Hans beli untuk Anna, ia yakin
cintanya seputih mawar yang ia berikan pada Anna.
Dokter bilang, ia tidak bisa menebak
seberapa lama lagi Anna bertahan, namun selama Anna bernafas, selama itu pula
ia akan melakukan yang terbaik untuknya, Hans menyadari, ia merasa sangat
kehilangan saat sesuatu yang ia cintai itu pergi, dan ia berjanji ingin
menghabiskan cinta putihnya untuk Anna, hingga maut memisahkan.